Tampilkan postingan dengan label BIOLOGY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BIOLOGY. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Februari 2016

Alat Ekskresi Hati (Hepar)

Hati merupakan kelenjar terbesar yang terdapat dalam tubuh manusia, warnyanya coklat kemerahan dan beratnya dapat mencapai 2 kilogram. Hati terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma (Setiadi, 2007). Perhatikan anatomi hati pada Gambar berikut ini:

Hati merupakan tempat diproduksinya cairan kimia terbesar yang ada di dalam tubuh dalam hal menjadi pengantara metabolisme, artinya hati mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan disimpan di dalam tubuh. Hal tersebut berguna untuk penyesuaian pemakaian zat di dalam jaringan (Pearce, 2006). Fungsi hati sebagai alat ekskresi yaitu sebagai penghasil urea. Urea merupakan salah satu zat hasil perombakan protein yang diperoleh dari makanan. Protein ini, di dalam tubuh akan dipecah menjadi struktur sederhana yang biasa disebut asam amino. Deaminasi asam amino dalam tubuh akan menghasilkan amonia. Amonia merupakan senyawa nitrogen yang bersifat toksik jika tidak segera dikeluarkan dari dalam tubuh dalam bentuk urea atau ureum. Urea inilah yang dibentuk di dalam hati melalui proses yang disebut siklus urea atau ornitin. Siklus ini terjadi lima tahap (Sumardjo, 2009), yaitu:
a. Tahap pertama adalah pembentukan karbamil fosfat dari amonia, karbon dioksida, dan ATP yang dibantu dengan ezim karbamil fosfat sintetase. Dalam proses ini, ATP selain berfungsi sebagai donor fosfat juga sebagai sumber energi.

b. Reaksi tahap kedua karbomil fosfat bereaksi dengan ornitin yang akan membentuk sitrulin. Enzim yang berperan adalah ornitin transkarbamoilase.
c.   Selanjutnya, pada reaksi tahap ketiga terjadi pembentukan arginosuksinat dari sitrulin dan asam aspartat. Reaksi pembentukan ini dapat terjadi karena adanya bantuan dari enzim argininosuksinat sintetase, sedangkan energinya diperoleh dari ATP.

d.   Pada reaksi tahap keempat, terjadi pembelahan argininosuksinat menjadi arginin dan asam fumarat. Enzim yang berperan yaitu argininosuksinase.

e. Pada tahap terakhir atau reaksi tahap kelima terjadi reaksi pembelahan hidrolitik arginin menjadi ornitin dan urea yang dibantu dengan enzim arginase.

Jumat, 04 September 2015

Kandungan Glukosa pada Urin

Urin merupakan salah satu cairan yang mengandung sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya urin terbentuk melalui 3 tahap yaitu filtrasi, absorpsi, dan augmentasi. Pada orang sehat, urin mengandung air, ureum, kreatin, dan garam-garaman, sedangkan urin yang tidak sehat, bisa mengandung glukosa, protein, atau darah. Normalnya glukosa tidak ditemukan atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin. Hal ini dikarenakan di dalam ginjal glukosa mengalami penyerapan kembali (reabsorpsi) oleh tubulus kontortus proksimal. Apabila tingkat glukosa dalam darah melebihi batas gula ginjal (160-180 mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Keberadaan glukosa dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit, yaitu diabetes mellitus.
Penyakit diabetes mellitus dapat dideteksi lewat uji kandungan glukosa yang terdapat dalam urin. Uji tersebut menggunakan larutan yang disebut reagen benedict. Reagen benedict adalah larutan yang digunakan untuk mengetahui kandungan glukosa dalam suatu cairan. Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Apabila reagen benedict diteteskan ke dalam larutan gula maka tembaga alkalis yang terkandung di dalam benedict akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehida dengan membentuk kuprooksida (Cu2O) yang akan menghasilkan endapan berwarna merah bata yang berada di dasar tabung. Dengan cara seperti itulah maka glukosa yang terkandung di dalam urin dapat terdeteksi dengan  perubahan warna yang terjadi.
Pada gambar di atas menunjukan bahwa urin yang tidak sehat (mengandung glukosa) setelah ditetesi reagen benedict dan dipanaskan di atas api mengalami perubahan warna menjadi merah bata. Sedangkan, urin yang sehat setelah ditetesi benedict warnanya tidak berubah dan tetap berwarna biru.
Agar terhindar dari penyakit diabetes melitus sebaiknya melakukan hal-hal pencegahan seperti berikut ini: 1) selalu memperhatikan porsi makanan agar tetap seimbang (pilih makanan dengan karbohidrat/rendah gula), 2) olahraga secara teratur dan tidak banyak berdiam diri, 3) usahakan berat badan dalam batas normal, dan 4) hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes (Wijayakusuma, 2008).